Dies Natalis Ke-59 ITB : “In Harmony with Nature : In Harmonia Progression”

Dies Natalis Ke-59 ITB : “In Harmony with Nature : In Harmonia Progression”

Dies Natalis Ke-59 ITB : “In Harmony with Nature : In Harmonia Progression”

BANDUNG, itb.ac.id. Memperingati ulang tahun ke-59 tahun, Institut Teknologi Bandung menggelar sidang terbuka pada hari jumat, (2/3/2018), di Aula Barat. Acara yang berlangsung mulai pukul delapan pagi itu, diikuti oleh pimpinan dan anggota Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Forum Guru Besar, para sesepuh dan tamu kehormatan, serta dosen dan para pegawai tenaga kependidikan.

“Pada hari ini, kita bersama-sama memperingati 59 tahun perjalanan institusi pendidikan tinggi yang kita cintai dan banggakan, Institut Teknologi Bandung. Kalau kita tengok ke belakang, kita akan dapati bahwa sejak awal kelahirannya, ITB telah menjadi miniatur kebhinnekaan bangsa Indonesia. ITB telah menjadi wadah yang mempertemukan dan mempersatukan Anak-Anak Bangsa dari berbagai penjuru Tanah Air, dalam sebuah cita-cita bersama: terwujudnya kedaulatan dan kemajuan bangsa Indonesia melalui penguasaan dan pemajuan ilmu pengetahuan,” ujar Rektor ITB Prof Kadarsah Suryadi memulai sambutannya.

Pada kesempatan ini, Prof.Dr. I Ketut Adnyana, Apt., selaku pembicara pada sidang terbuka peringatan ulang tahun ke-59 tahun, Institut Teknologi Bandung.

Mengangkat tema “In Harmony with Nature : In Harmonio Progressio”, beliau membetot perhatian para undangan Dies Natalis ITB. Pasalnya, tema terkait kesehatan yang dibawakan Ketut merupakan keseharian yang umum dibahas oleh masyarakat dengan berbagai budaya.
Sehat tidak hanya sekedar ketidakhadiran penyakit, namun juga sehat secara mental dan secara sosial.

“Kondisi sehat kerap disepelekan dan dianggap tidak memiliki arti penting dibandingkan dengan kekayaan, kekuasaan, penghargaan, pengetahuan maupun keamanan. Namun nilai dari suatu kondisi sehat baru benar-benar dimengerti dan dihargai ketika sudah tidak ada lagi,” tukas Ketut.
Hidup sehat dan harmoni bersama alam, diyakini oleh Ketut sebagai suatu proses yang dinamis dan seimbang. Ketut menuturkan bahwa, “Individu sehat merupakan simfoni yang sangat harmonis antara genetik dan faktor lingkungan (internal dan eksternal). Faktor-faktor tersebut ada yang tidak dapat diubah (unmodified risk factors) seperti genetik, usia, jenis kelamin dan kehidupan masa lampau (karma). Sedangkan faktor-faktor seperti gaya hidup (lifestyle), aktivitas fisik (exercise), pola makan (diet), lingkungan tempat kita hidup seperti stress adalah faktor-faktor yang dapat diubah (modified risk factors).”

Lebih lanjut Ketut menerangkan pengaruh stres, pola makan, dan pengaruh olahraga terhadap kesehatan, serta menerangkan obat-obatan dari alam. Seperti ekstrak perikarp manggis untuk penanganan obesitas, lobak yang biasa digunakan sebagai bahan masakan soto bandung untuk penderita diabetes melitus, dauh sirih untuk osteoporosis, kunyit untuk tukak pekik, ciplukan untuk penderita autoimun, dan ekstrak jahe merah untuk penderita tuberkulosis.

Obat bahan alam memiliki potensi yang sangat besar baik ditinjau dari aspek kelimpahan sumber daya alam, tradisi yang sangat panjang maupun efektivitas dalam memelihara kesehatan dalam aspek preventif, promotif dan rehabilitativ maupun kuratif, salah satunya dengan menjadikan tradisi dalam aktivitas keseharian. “Diperlukan terobosan yang revolusioner dari seluruh komponen bangsa (stakeholder) untuk menjadikan bahan alam Indonesia tuan rumah di negerinya sendiri, Indonesia tercinta,” kata Prof.Dr. I Ketut Adnyana.