Riset Mahasiswa Farmasi ITB raih Juara Pertama dalam TSRA 2013
Cewek-cewek pasti akrab dengan kosmetika. Apalagi kosmetika yang menjanjikan berbagai efek antipenuaan, antikerut, dan memutihkan wajah.
Nah, besarnya pangsa pasar kosmetika inilah yang dilirik lima mahasiswa Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam riset teranyar mereka. Loh, Farmasi kok meriset kosmetika, bukannya obat? Menurut Angga Putra, salah satu peneliti muda ITB, riset Farmasi tidak melulu pada bidang obat. Kosmetika juga menjadi bidang menarik untuk diteliti.
“Apalagi, kosmetika dipakai tidak hanya oleh orang-orang yang memang membutuhkan perawatan, tetapi juga oleh mereka yang sebenarnya enggak butuh,” kata Angga ketika berbincang dengan Okezone melalui sambungan telepon, Selasa (29/1/2013).
Berangkat dari hal itulah, Angga bersama keempat rekannya di ITB melakukan riset tentang kosmetika yang kini tengah menjadi tren di masyarakat, yakni yang memberikan efek antikerut pada kulit. Riset awal yang dilakukan Angga bersama Stefanus Andry, Aldy Aliyandi, Fatimah Azzahra, dan Irma Noviani menemukan bahwa kosmetika dengan khasiat antikerut biasanya dibuat dari ekstrak vitamin C. Namun, kandungan vitamin C dalam berbagai produk kosmetika biasanya tidak stabil. Untuk menangani masalah tersebut, kelimanya pun memakai zat bernama Natrium Askorbil Fosfat (NAP).
Dalam presentasi di acara Media Briefing Tanoto Student Research Award (TSRA) 2013, Angga menjelaskan, NAP ini adalah derivat (turunan) dari vitamin C dengan stabilitas yang lebih baik. Artinya, NAP cenderung tidak mudah berubah ketimbang vitamin C itu sendiri. Meski demikian, NAP kurang mampu menyerap di kulit karena sifatnya yang hidrofil.
“Untuk meningkatkan tingkat penetrasinya ke kulit, kami mengembangkan NAP ini menjadi mikroemulsi; sebuah bentuk zat yang merupakan dispersi (penyebaran) dari fase minyak dan fase air,” imbuh Angga.
Berbagai tahap penelitian pun dilakukan Angga dan timnya selama sekira enam bulan, mulai dari optimasi basis, pembuatan sediaan, hingga evaluasi. Untuk lebih meyakinkan, evaluasi mereka lakukan dalam tiga tahap juga, yakni evaluasi sediaan untuk menguji kualitas produk, uji iritasi untuk menguji keamanan produk, dan evaluasi in-situ VD untuk melihat sejauh mana efektivitas produk pada manusia.
Dua tahap evaluasi mereka lakukan di laboratorium uji dengan menggunakan kelinci percobaan. Mikroemulsi NAP yang mereka hasilkan diaplikasikan kepada punggung kelinci yang sudah dicukur habis bulunya secara rutin untuk melihat efek antikerut yang diharapkan. Selain itu, sediaan juga digosok-gosokkan ke mata kelinci untuk mencari tahu adakah efek iritasi pada mata.
“Sementara itu, sebelum evaluasi in-situ VD kepada manusia, saya mencobakan sediaan mikroemulsi NAP ke tangan saya sendiri, untuk memastikan keamanannya,” urai Angga.
Setelah dirasa aman, cowok yang bercita-cita menjadi CEO perusahaan kosmetika ternama ini pun mengujikan produknya ke enam subjek berusia di atas 40 tahun, yang merupakan pegawai kampus. Selama tiga minggu, subjek diolesi mikroemulsi NAP pada bagian kulit yang sama. Kemudian, setiap minggu dilakukan evaluasi. Para subjek ini juga diuji dengan video-dermatoscopy yang telah tervalidasi metodenya untuk melihat efek pengurangan kerutan yang mereka alami.
Hasil pengujian menunjukkan, ada perubahan dalam pengerutan kulit. “Meski demikian, hasilnya belum bisa dianggap memiliki khasiat anti kerut yang lebih baik dibandingkan kosmetik yang ada di pasaran sekarang. Padahal saya berharap, produk ini dapat digunakan di berbagai klinik kecantikan,” ujar Angga.
Walaupun belum sepenuhnya berhasil, riset Angga dan timnya justru dianugerahi juara pertama dari ITB dalam TSRA 2013. Keunggulan kosmetika yang dibuat Angga adalah lebih minim bahan penyusun ketimbang kosmetika yang beredar di pasaran dengan sekira 20 eksipien. Kosmetika ini juga hampir tidak mengiritasi kulit dan tidak mengiritasi mata kelinci, terdifusi dengan baik, serta efektif mengurangi kerutan pada kulit meski belum signifikan.(rfa)
sumber : oke zone; aktivitas akademik